. hiStory oF thE BawEaN
ANTISIPASI TERHADAP TERJADINYA KELANGKAAN AIR

Ada baiknya semua pihak yang berkepentingan di P. Bawean memikirkan langkah-langkah antisipasi terhadap terjadinya kelangkaan air atau krisis air di masa mendatang. Beberapa alternatif yang mungkin dapat dilakukan antara lain :

1. Aspek kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya air
Sampai saat ini di Bawean belum ada lembaga khusus yang menangani/mengelola sumber daya air terutama air untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan pengairan. Penanganan kebutuhan serta kerusakan pipa dikoordinasikan oleh dusun atau desa setempat. Perlu dipikirkan adanya pengurus gabungan perkumpulan pemakai air di seluruh pulau yang melibatkan kelompok-kelompok masyarakat sendiri seperti halnya Mitra Cai di Jawa Barat atau Subak di Bali, dengan mempertibangkan aspek-aspek : keseimbangan, ketahanan dan kesetaraan. Difharapkan pembentukan kelembagaan supaya epektif tidak melahirkan biaya transaksi yang tinggi yang justru menghambat pengelolaan air yang optimal.
2. Penghematan air
Peningkatan efisiensi penggunaan air perlu menjadi prioritas semua fihak yang berkepentingan . Penghematan air dikala kekeringan serta penyimpanan air di kala berlebihan merupakan tindakan konservasi air. Aktivitas yang berintikan penghematan air bukan saja berarti menggunakan dalam jumlah sedikit tetapi juga menjaga ketersediaannya sepanjang tahun.
3. Penghijauan dan reboisasi di daerah hulu dan hilir
Sumber-sumber air di pulau kecil diantaranya berupa sungai atau parit, dari segi panjang dan dan kedalamannya sangat terbatas. Maka bila terjadi intensitas curah hujan yang tinggi, air hujan tentu akan segera masuk ke laut. Hal ini akan menimbulkan erosi dan tanah longsor bila kondisi vegetasinya buruk. Sejarah pengelolaan kawasan di masa lalu sebagai hutan produksi menyisakan kawasan hutan dengan vegetasi yang rawang dan perlu direhabilitasi, begitupula tanah-tanah milik masayarakat yang kondisinya terlantar perlu dimanfaatkan untuk ditanami/dihijaukan khususnya dengan tanaman yang berfungsi baik sebagai pengatur tata air dan pencegahan erosi. Kegiatan seperti ini tampaknya tidak sepenuhnya diserahkan instansi tehnis yang dengan dana dan personil yang terbatas. Di P. Bawean sendiri sudah mulai tumbuh upaya konservasi secara swakarsa dengan terbentuknya LEMBAH (lembaga Masyarakat Berwawasan Alam Hayati), dimana salah satu kegiatannya juga melakukan penghijauan.

4. Bambu jenis yang dapat memperbaiki tata air
Selain mempunyai fungsi ekonomi, bambu mempunyai fungsi ekologis sebagai pengatur tata air yang baik. Bambu memiliki batang yang kuat dan lentur hingga tahan angin, perakarannya sangat rapat dan menyebar ke segela arah baik menyamping maupun kedalam maka lahan di bawah tegakan bambu menjadi sangat stabil dan mudah meresapkan air. Bambu tahan kekeringan dan dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 mdpl sehingga sangat berpotensi sebagai penahan air. Di Indonesia sendiri ada kurang lebih 142 jenis bambu dari 1000 jenis yang ada didunia yang dapat dibudidayakan baik pada lahan milik masyarakat atau untuk keperluan rehabilitasi kawasan konservasi.
5. Pengembangan hutan rakyat
Masyarakat Bawean adalah masyarakat yang tidak asing lagi dengan keberadaan hutan, namun sejarah pengelolaan dimasa lalu sebagai hutan produksi yang kini beralih fungsi menjadi kawasan suaka alam tidak sepenuhnya diketahui oleh masyarakat Pulau Bawean. Beberapa lokasi hutan yang berdampingan dengan kawasan suaka alam pada umumnya merupakan hutan milik rakyat yang kondisinya ada yang baik tapi ada juga yang terlantar. Hutan seperti ini dapat berfungsi sebagai zona penyangga kawasan konservasi, dimana kebutuhan kayu dan hasil hutan ikutan lainnya dapat dipenuhi dari kawasan hutan rakyat. Sehingga diharapkan kondisi kawasan konservasi tetap terjaga fungsinya terutama fungsi hidroolrologis yang penting bagi masyarakat Bawean.
6. Disiplin Bangunan
Sekalipun luas pulau Bawean relatif kecil dan terpencil dari segi geografis namun mobilitas masyarakat Pulau Bawean cukup tinggi, mengingat cukp banyak masyarakat yang menggantungkan mata pencahariannya sebagai tenaga jasa di luar negeri (Malaysia dan Singapur). Hal ini juga membawa implikasi terhadap pesatnya pembangunan fisik rumah atau toko-toko yang menggunakan bahan tembok atau beton. Supaya air hujan yang jatuh meresap ke dalam tanah maka upaya menyisakan 40 % lahan sebagai ruang terbuka harus dipatuhi. Atau pembuatan sumur-sumur resapan di lingkungan bangunan rumah atau toko sebagai alternatif untuk peningkatan persediaan air tanah.

7. Bangunan Fisik
Pembuatan embung, cekdam, rorak, sumur resapan, terasering dll. Intinya berbagai tindakan ini untuk lmeningkatkan aliran air hujan dari hulu ke hlir disertai peningkatan penyebaran seluas-luasnya ke dalam tanah.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar